Eksploitasi kolonialis.
Perbudakan
di Nusantara prakolonial tak pernah berkembang jadi suatu kategori hukum yang
abstrak. Berbeda dengan adanya aturan kebebasan budak di Romawi dan yunani. Itu
sekaligus membuktikan perbudakan dinusan tara tak terlampau kejam sehingga tak butuh
aturan Negara yang ketat untuk menjaga hak – hak buda. Namun, situasi itu
berubah ketika kolonialis Eropa menguasai Nusantara.
Kolonialis
membawa watak eksploitatif terhadap penduduk negeri jajahan. Keyakinan sebagai pemilik
setatus yang tinggi lebih terpelajar, serta menganggap diri lebih beradab
menggoda mereka selalu eksploitatif terhadap peribumi. Budak – budak yang
sebelumnya diperlakukan relative secra wajar, diperlakukan kurang ajar.
Era kolonial, semua peribumi jadi
budak. Kita bisa membaca dari risalah panjang pembangunan jalan Raya Pos,serta system
tanam paksa. Sat ini, permasalahan budak (buruh) belum mendapat pemecahan efektif
diNegeri ini. Tenaga kerja Indonesia di luar negeri kerap diperlakukan layaknya
budak, baik oleh Tanah Air-nya sendiri maupun ditempat mereka bekerja. Lebih mengkhawatirkan,
mereka bersetatus budak dan terikat aturan sebagai budak. Tak pelak, mereka
dicaci – disiksa tanpa pembelaan.
Saat ini kata “perbudakan” mencakup
segala macam pelanggaran hak asasi manusia. Di samping perbudakan tradisional
dan perdagangan budak, pelanggaran-pelanggaran ini meliputi jual-beli anak,
pelacuran anak, pornografi anak, eksploitasi buruh anak-anak, pemotongan
kelamin anak perempuan, penggunaan anak-anak dalam konflik bersenjata,
penghambaan sebagai penebus hutang, perdagangan manusia dan perdagangan organ
tubuh manusia, eksploitasi pelacur dan praktek-praktek tertentu.
Sebagai contohnya
perbudkan yang terjadi diNusantara yang melanggar HAM “Mereka mendapatkan
penganiayaan dari centeng atau petugas keamanan,” ujar Ketua Komnas HAM Siti
Noor Laila dalam pernyataannya, Sabtu (4/5).
Siti mengatakan,
para buruh tersebut setiap harinya dipaksa bekerja selama 18 jam, dajam enam
pagi sampai jam 12 malam. Alih-alih dapat keluar dari pabrik tersebut, para
buruh itu bahkan tak diberi kesempatan untuk mendapatkan baju ganti.
“Selama bekerja dari Januari sampai April tidak pernah ganti baju, tidak dibayar dan dikurung di dalam pabrik,” Kata siti.Praktik perbudakan di pabrik yang beralamat di Kampung Bayur Opak RT 03/06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Tangerang tersebut terkuak setelah dua buruh yang bekerja di pabrik itu berhasil melarikan diri Andi Gunawan, 20 dan Junaidi, 22 kabur setelah tiga bulan dipekerjakan dengan tidak layak.
“Pada 2 Mei 2013, Komnas HAM mendapat laporan praktik perbudakan dari dua pemuda yang berasal dari Lampung Utara. Mereka diajak bekerja ke Tangerang oleh orang yang tidak dikenal sebelumnya. Mereka dijanjikan akan dipekerjakan di perusahaan dengan gaji Rp 700 ribu per bulan,” ujar Siti.
Sesampainya di Tangerang, Andi dan Junaidi dipasrahkan ke orang lain yang membawa mereka ke pabrik pembuat kuali itu. Di sana, tas Andi dan Junaidi yang berisi baju, dompet dan handphone diambil oleh petugas keamanan. Komnas HAM langsung berkoordinasi dengan Mabes Polri dan Polda Metro Jaya. Sehingga Jumat (3/5) Polisi melakukan penggerebekan dan penangkapan terhadap pemilik dan keamanan pabrik.
Sebelumnya diberitakan Polisi melakukan penggerebekan di sebuah pabrik limbah di Tangerang. Pasalnya, pabrik yang sudah beroperasi sekitar 1,5 tahun ini tidak mempekerjakan buruhnya dengan layak. Kini pabrik tersebut telah disegel.