Sabtu, 29 Juni 2013

PERBUDAKAN DITANAH AIR DIMASA KINI

Eksploitasi kolonialis.
            Perbudakan di Nusantara prakolonial tak pernah berkembang jadi suatu kategori hukum yang abstrak. Berbeda dengan adanya aturan kebebasan budak di Romawi dan yunani. Itu sekaligus membuktikan perbudakan dinusan tara tak terlampau kejam sehingga tak butuh aturan Negara yang ketat untuk menjaga hak – hak buda. Namun, situasi itu berubah ketika kolonialis Eropa menguasai Nusantara.
            Kolonialis membawa watak eksploitatif terhadap penduduk negeri jajahan. Keyakinan sebagai pemilik setatus yang tinggi lebih terpelajar, serta menganggap diri lebih beradab menggoda mereka selalu eksploitatif terhadap peribumi. Budak – budak yang sebelumnya diperlakukan relative secra wajar, diperlakukan kurang ajar.
            Era kolonial, semua peribumi jadi budak. Kita bisa membaca dari risalah panjang pembangunan jalan Raya Pos,serta system tanam paksa. Sat ini, permasalahan budak (buruh) belum mendapat pemecahan efektif diNegeri ini. Tenaga kerja Indonesia di luar negeri kerap diperlakukan layaknya budak, baik oleh Tanah Air-nya sendiri maupun ditempat mereka bekerja. Lebih mengkhawatirkan, mereka bersetatus budak dan terikat aturan sebagai budak. Tak pelak, mereka dicaci – disiksa tanpa pembelaan.
Saat ini kata “perbudakan” mencakup segala macam pelanggaran hak asasi manusia. Di samping perbudakan tradisional dan perdagangan budak, pelanggaran-pelanggaran ini meliputi jual-beli anak, pelacuran anak, pornografi anak, eksploitasi buruh anak-anak, pemotongan kelamin anak perempuan, penggunaan anak-anak dalam konflik bersenjata, penghambaan sebagai penebus hutang, perdagangan manusia dan perdagangan organ tubuh manusia, eksploitasi pelacur dan praktek-praktek tertentu.
Sebagai contohnya perbudkan yang terjadi diNusantara yang melanggar HAM “Mereka mendapatkan penganiayaan dari centeng atau petugas keamanan,” ujar Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila dalam pernyataannya, Sabtu (4/5).
Siti mengatakan, para buruh tersebut setiap harinya dipaksa bekerja selama 18 jam, dajam enam pagi sampai jam 12 malam. Alih-alih dapat keluar dari pabrik tersebut, para buruh itu bahkan tak diberi kesempatan untuk mendapatkan baju ganti.

“Selama bekerja dari Januari sampai April tidak pernah ganti baju, tidak dibayar dan dikurung di dalam pabrik,” Kata siti.Praktik perbudakan di pabrik yang beralamat di Kampung Bayur Opak RT 03/06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Tangerang tersebut terkuak setelah dua buruh yang bekerja di pabrik itu berhasil melarikan diri Andi Gunawan, 20 dan Junaidi, 22 kabur setelah tiga bulan dipekerjakan dengan tidak layak.

            “Pada 2 Mei 2013, Komnas HAM mendapat laporan praktik perbudakan dari dua pemuda yang berasal dari Lampung Utara. Mereka diajak bekerja ke Tangerang oleh orang yang tidak dikenal sebelumnya. Mereka dijanjikan akan dipekerjakan di perusahaan dengan gaji Rp 700 ribu per bulan,” ujar Siti.

            Sesampainya di Tangerang, Andi dan Junaidi dipasrahkan ke orang lain yang membawa mereka ke pabrik pembuat kuali itu. Di sana, tas Andi dan Junaidi yang berisi baju, dompet dan handphone diambil oleh petugas keamanan. Komnas HAM langsung berkoordinasi dengan Mabes Polri dan Polda Metro Jaya. Sehingga Jumat (3/5) Polisi melakukan penggerebekan dan penangkapan terhadap pemilik dan keamanan pabrik.

            Sebelumnya diberitakan Polisi melakukan penggerebekan di sebuah pabrik limbah di Tangerang. Pasalnya, pabrik yang sudah beroperasi sekitar 1,5 tahun ini tidak mempekerjakan buruhnya dengan layak. Kini pabrik tersebut telah disegel.